Agar pemaparan kebijakan publik lebih jelas sebelum
membahas kebijakan publik terlebih dahulu akan dibahas pengertian kebijakan dan
pengertian publik. Baru setelah kedua pengertian tersebut dibahas dilanjutkan
kemudian pengertian kebijakan publik.
Istilah policy (kebijakan) seringkali penggunaannya saling dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang ketentuan-ketentuan usulan-usulan dan rancangan-rancangan besar.
Istilah policy (kebijakan) seringkali penggunaannya saling dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang ketentuan-ketentuan usulan-usulan dan rancangan-rancangan besar.
Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal
bahasa Yunani,Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki
arti menangani masalah-masalah publik atau pemerintahan[1].
Secara umum, saat ini kebijakan lebih dikenal sebagai keputusan yang dibuat
oleh lembaga pemerintah, yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalah-permasalahan
yang terjadi dimasyarakat dalam sebuah negara[2].
Seorang ahli, Anderson merumuskan bahwa kebijakan itu adalah A purposive course of action followed by an
actor or set actors in dealing with problem or matter of concern[3]
(serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah
tertentu).
Sedangkan pengertian publik; dalam bukunya, Islamy menjelaskan: Kata publik mempunyai dimensi
arti agak banyak, secara sosiologis kita tidak boleh menyamakan dengan
masyarakat[4].
Perbedaan pengertian masyarakat diartikan sebagai “sistem antar hubungan sosial
dimana manusia hidup dan tinggal secara bersama –sama”. Didalam masyarakat
tersebut norma-norma atau nilai-nilai tertentu yang mengikat atau membatasi
kehidupan anggota-anggotanya.
Dilain pihak kata publik diartikan sebagai “kumpulan
orang-orang yang menaruh perhatian, minat atau kepentingan yang sama”. Tidak
ada norma yang mengikat /membatasi perilaku publik sebagaimana halnya pada
masyarakat, karena publik itu sulit dikenali sifat-sifat kepribadiannya
(identifikasinya) secara jelas. Satu hal yang menonjol mereka mempunyai
perhatian atau minat yang sama.
Untuk selanjutnya pengertian publik sebagaimana yang
telah diuraikan diataslah yang digunakan sebagai pembatas. Selanjutnya
pengertian kebijakan publik (public policy), Dye memberikan definisi kebijakan
publik sebagai “is whatever governments choose to do or not to do”. Edwards dan
Sharkansky mengartikan public policy yang hampir mirip dengan definisi Dye
tersebut diatas, yaitu sebagai berikut: “……….is what governments say and do, or
not do. It is the goals or purpose of governments programs…[5]”
(“adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh
pemerintah. Kebijakan publik itu berupa sasaran atau tujuan program-program
pemerintah….”).
Edwards dan
Sharkansky kemudian mengatakan bahwa kebijakan negara itu dapat ditetapkan
secara jelas dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras pemerintah ataupun berupa
program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Kemudian,
berkaitan dengan definisi kebijakan Anderson yang telah dikemukakan diatas,
Anderson mengatakan “public policies are
those policies developed by governmental bodies and official[6]
“. Berdasarkan pengertian dari Anderson tentu saja pengertian kebijakan dapat
dijabarkan sebagaimana diartikan Anderson pada uraian sebelumnya. Jadi menurut
Anderson setiap kebijakan yang dikembangkan oleh badan atau pejabat pemerintah
dapat disebut kebijakan publik. Kebijakan publik tidak hanya yang dibuat oleh
lembaga/ badan negara tertinggi/tinggi saja, seperti dinegara kita MPR dan
Presiden tetapi juga oleh badan/pejabat disemua jenjang pemerintahan.
Sofian Effendi memberikan batasan kebijakan publik adalah
suatu tindakan pemerintah yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah yang
ada dalam masyarakat yang antara lain tidak mau bertanggungjawab. Jadi
kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah
dalam masyarakat yang orang lain tidak mau mengatasinya[7].
Sedangkan menurut Dye
kebijakan publik adalah semua pilihan atau tindakan yang dilakukan pemerintah,
baik untuk melaksanakan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, lebih jauh lagi
dikatakan bahwa pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu, harus ada tujuannya (objek). Dan kebijakan publik itu harus meliputi
semua tindakan-tindakan pemerintah.
Dari berbagai
definisi diatas, pada dasarnya yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah
semua tindakan pemerintah baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu, untuk mengatasi masalah-masalah dalam masyarakat, bentuknya berupa
Peraturan perundang-undangan atau program-program.
Membuat atau merumuskan suatu kebijakan, apalagi
kebijakan itu berupa Peraturan atau Peraturan Daerah, bukanlah suatu proses
yang sederhana dan mudah. Hal ini disebabkan karena terdapat banyak faktor atau
kekuatan-kekuatan yang berpengaruh terhadap proses pembuatan kebijakan
tersebut.
Suatu kebijakan atau Peraturan dibuat bukan untuk
kepentingan politik (misalnya guna mempertahankan status quo pembuat keputusan)
tetapi justru untuk meningkatkan kesejahteraan hidup anggota masyarakat secara
keseluruhan. Untuk memperjelas makna yang terkandung dalam perumusan kebijakan,
Charles Lindblom, menuturkan bahwa pembuatan kebijakan negara
(Public-Policy-marking) itu pada hakekatnya merupakan “an extermely complex, analytical and politica process to which there
is no beginning or end, and the boundaries of which are mosed uncertain.
Somehow a complex set of forces that we call policy making all taken together,
produses effects called policies[8].”
(merupakan proses politik yang amat kompleks dan analisis dimana tidak mengenal
saat dimulai dan diakhirinya, dan batas-batas dari proses itu sesungguhnya yang
paling tidak pasti. Serangkaian kekuatan-kekuatan yang agak kompleks yang kita
sebut sebagai pembuatan kebijakan negara itulah yang membuahkan hasil yang
disebut kebijakan).
Raymond Bour merumuskan pembuatan kebijakan negara
sebagai proses transformasi atau pengubahan input-input politik menjadi
output-output politik. Sementara kalau kita mengikuti pendapat Anderson[9]
membedakan pengertian pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan dengan
mengatakan: pembuatan kebijakan atau policy
formulation sering disebut juga policy
making dan ini berbeda dengan pengambilan keputusan karena pengambilan
keputusan adalah pengambilan pilihan sesuatu alternatif yang bersaing mengenai
sesuatu hal dan selesai sampai disitu. Sedangkan policy making meliputi banyak
pengambilan keputusan. Jadi menurut Tjokroamidjoyo, apabila pemilihan
alternatif itu sekali dilakukan dan selesai, maka kegiatan itu disebut
pembuatan keputusan, sebaliknya bila pemilihan alternatif itu terus-menerus dan
tidak pernah selesai, maka kegiatan tersebut dinamakan perumusan kebijakan.
Dalam defenisi diatas dapat dilihat dengan jelas adalah
bahwa pelaku yang melahirkan kebijakan adalah pemerintah. Dimana untuk
melahirkan suatu kebijakan tidaklah dapat dilakukan hanya dalam waktu yang
seketika. Namun untuk membuat suatu kebijakan dibutuhkan suatu proses yang
sering disebut dengan proses pembuatan kebijakan. Proses pembuatan kebijakan
itu sendiri memiliki makna sebagai serangkaian aktivitas intelektual yang
divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur
menurut urutan waktu. Adapun tahapan yang harus dilalui dalam proses pembuatan
kebijakan adalah penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,
implementasi kebijakan, serta evaluasi kebijakan. Skripsi ini membatasi tahapan
kebijakan public sampai pada formulasi kebijakan.
[1]
William Dunn, Pengantar Analisa Kebijakan Publik (Edisi II), Yogyakarta: Gadjah
Mada
University Press, 1999. Hal. 51
[2]
Ibid, Hal 32.
[3]
Anderson, 1979, Public Policy Making Hoolt, Rinehart and Weston, NewYork hal
77.
[4]
Islamy, 1998, Agenda Kebijakan Administrasi Negara, Universitas Brawijaya,
Malang hal 23.
[5]
Edwards dan Sharkansky dalam Islamy, 1998, Agenda Kebijakan Administrasi
Negara, Universitas Brawijaya, Malang hal 58.
[6]
Anderson, 1979, Public Policy Making Hoolt, Rinehart and Weston, NewYork hal
30.
[7]
Sofian., 1990, Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Menghadapi Era
Tinggal Landas, Solo hal 15.
[8] Charles Lindblom dalam Abdul Wahab, Pengantar
Analisis Kebijakan Negara, Rienika Cipta, Jakarta, 1990 hal 54.
[9]
Anderson, Public Policy Making Hoolt, Rinehart and Weston, NewYork, 1979, hal 95.
0 komentar :
Posting Komentar